Artikel Psikologi Pendidikan
Pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Sedangkan Psikologi
pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan pendidikan. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan
yang sangat kuat antara psikologi
pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak
mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa
lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata
lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang
berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan
belajar.
Karena konsentrasinya
pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada
subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah
pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar
mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang
memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan
belajar secara efektif.
Mendorong
Tindakan-tindakan Belajar
Demikian juga, subjek
didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi
informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak
informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang
mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan
sebagai individu terdidik.
Fungsi pendidik
menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan
fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu,
semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah
sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas.
Dengan kata lain,
pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat
dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987
: 46). Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi
harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni
membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah
dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Sebagai penengah, pendidik harus
mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan
mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek
didik. Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek
didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Dari
deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang
berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri.
Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi
berlangsungnya tindakan belajar secara efektif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan
fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik.
Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor
fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).
1. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor
instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran
turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek
didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian
material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik; juga melakukan
gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat
lebih kompeks.
Faktor lingkungan,
yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat
perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada
sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang
lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk
pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil
belajar yang optimal.
Yang tak kalah
pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang
tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).
Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan
sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya,
pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini
seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.
Faktor fisiologis
lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi
individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran
jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani
yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai
tindakan belajar.
2. Faktor Psikologis
Faktor-faktor
psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak
sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu,
termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang
lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti
perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.
2.1. Perhatian
Tentulah dapat
diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar
akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya
kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini
dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu,
seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek
didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi
dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pemebelajaran
seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik.
Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,
alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui
sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik
keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian
psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang
lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
2.2. Pengamatan
Pengamatan adalah cara
pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan,
pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh
dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting
artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan
pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan
modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara
unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam
proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya
dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh
subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para
pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian
material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan
pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan,
chart, rekaman, slide dan sebagainya.
2.3. Ingatan
Secara teoritis, ada 3
aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2)
menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi
inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.
Kecakapan merima kesan
sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik
mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks
pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai
dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada
subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang
mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik,
terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan
lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci
nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
Hal lain dari ingatan
adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama
kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi
pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan
belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya
berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan
akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang
relatif lama.
Untuk mencapai
proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek
didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak
terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa
sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali
material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat
dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.
Kemampuan resroduksi,
yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari,
tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah
dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu
subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.
Pendidik dapat
mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas
mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.
2.4. Berfikir
Definisi yang paling
umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam
Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan
konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian
informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa
pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada
dasarnya adalah proses
psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan
pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.
Kemampuan berfikir
pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan
dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda.
Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah
mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang
memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang
satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik
untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya
pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional
akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka.
Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik
untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
2.5. Motif
Motif adalah keadaan
dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian
hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam
ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di
dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang
subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam
tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar,
motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi
dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik
perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa
dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun
kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang
atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor
suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa
juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik
prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat
melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan
kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik
akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah
prestasi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar